Bukan Sekadar Bunyi Toktok Warisan Leluhur Madura!

Bukan Sekadar Bunyi Toktok Warisan Leluhur Madura!

piccolopetesrestaurant.net, Bukan Sekadar Bunyi Toktok Warisan Leluhur Madura! Di tengah hiruk-pikuk modernitas, ada bunyi yang tetap bertahan tanpa perlu di poles. Bunyi toktok dari alat sederhana khas Madura itu bukan cuma iseng belaka. Ia datang membawa pesan, membawa sejarah, dan tentu saja membawa rasa yang tak bisa di beli di toko oleh-oleh.

Sementara banyak tradisi mulai luntur, bunyi toktok justru tak kehilangan gema. Bahkan hingga kini, suara kayu beradu itu masih terdengar, menyusup ke sela gang sempit, membangunkan rasa rindu masa kecil, atau memanggil pembeli setia yang sudah hafal ritmenya.

Toktok, Identitas yang Tak Pernah Luntur

Bicara soal toktok Madura, jangan langsung bayangkan sesuatu yang kuno dan usang. Karena justru di balik kesederhanaannya, alat ini punya napas panjang yang membungkus keseharian masyarakat pulau garam. Dulu, sebelum spanduk mencolok dan pengeras suara menginvasi jalanan, bunyi toktoklah yang menuntun warga keluar rumah.

Pedagang keliling di Madura memang tidak banyak bicara. Mereka percaya, cukup dengan bunyi itu saja, pelanggan akan tahu siapa yang datang. Ada yang menjual pentol, ada yang bawa lontong, dan tak jarang suara toktok juga mengiringi arak-arakan makanan ringan khas kampung halaman.

Kini, walau banyak yang beralih ke media sosial atau pengeras suara, alat toktok belum pensiun. Masih ada yang membawanya di pundak, menyelipkannya di becak, atau menggenggamnya sambil berjalan kaki menyusuri desa demi desa.

Alat Sederhana dengan Suara Tak Terlupa

Toktok bukan benda mewah. Ia tidak mengandalkan baterai, tidak perlu koneksi internet, dan tak punya layar sentuh. Namun justru dari kesederhanaannya, alat ini berbicara lebih banyak daripada toa modern. Satu ketukan pendek bisa berarti “sudah dekat”, dua ketukan panjang menandakan “dagangan istimewa hari ini”.

Lihat Juga  Eksplorasi Budaya Dayak: Tradisi Suku di Pedalaman Kalimantan

Dengan hanya kayu yang di pahat, di ikat dengan tali, lalu di ketuk dengan irama tertentu, semua orang langsung paham: ini suara masa lalu yang masih hidup hari ini.

Masyarakat Madura pun menyematkan nilai filosofis pada alat ini. Toktok di anggap sebagai jembatan antara pencari rezeki dan penikmat rezeki. Tidak berisik, tapi tetap sampai.

Di Tengah Zaman Digital, Bunyi Ini Masih Bergaung

Bukan Sekadar Bunyi Toktok Warisan Leluhur Madura!

Mungkin kita mengira teknologi akan melibas semua tradisi. Tapi nyatanya, bunyi toktok tetap bersaing, walau di am-di am. Karena suara ini bukan sekadar alat dagang. Ia juga bagian dari identitas budaya. Sebuah tanda bahwa warisan tak selalu harus megah. Kadang cukup dengan sepotong kayu yang berbunyi jujur.

Yang menarik, generasi muda Madura mulai mengangkat kembali alat ini. Beberapa komunitas kebudayaan bahkan menggunakannya sebagai medium pertunjukan seni. Toktok tidak lagi hanya di pakai di jalanan, tapi juga di panggung-panggung kecil yang mengusung semangat lokal.

Meski sebagian masyarakat mulai melupakannya, namun usaha pelestarian masih terus berjalan. Bahkan, beberapa video dokumenter dan konten kreator lokal mulai memunculkan kembali suara ini di dunia maya.

Kesimpulan: Jangan Diamkan Bunyi yang Pernah Menyapa Kita

Bunyi toktok bukan hanya alat ketukan. Ia adalah bagian dari kisah panjang masyarakat Madura. Ia menyuarakan semangat berdagang, kejujuran dalam mencari nafkah, dan kedekatan antara penjual dengan pembelinya. Saat kita terlalu sibuk dengan dering notifikasi, Toktok Warisan mungkin sudah saatnya kita mendengarkan kembali bunyi yang lebih tulus: toktok dari masa lalu yang masih ingin hidup di masa kini.

Warisan bukan soal benda mahal atau peninggalan kerajaan. Kadang ia berwujud ketukan sederhana yang pernah membuat kita tersenyum tanpa alasan. Maka dari itu, mari jaga bunyi ini agar tak tenggelam oleh suara-suara palsu zaman baru.

Lihat Juga  Tari Cokek: Jejak Akulturasi Budaya di Tanah Betawi!

By Mei